Selasa, 09 September 2014

Demokrasi sang garuda



Demokrasi bukanlah hasil temuan nenek moyang kita. Memang bukan di tanah ibu pertiwi ini lahirnya demokrasi itu, dia lahir jauh di arah matahari terbenam yaitu di eropa, yunani tepatnya tanah kelahiran demokrasi. Sistem pemerintahan yang memang hasil temuan nenek moyang kita adalah Sistem kerajaan , Itulah budaya berpolitik nusantara jaman dulu, saat majapahit dan singosari masih megah, gagah di seantero nusantara. Konsep itu menerapkan seseorang memiliki umsur keilahian yang lebih derajatnya dibanding yang lain, maka jadilah dia raja dan birulah darah keluarganya. Tidak heran sampai sekarang bermuculan dinasti-dinasti baru kekeluargaan berdarah biru dengan motor uang yang menguasai pemerintahan Negara ini.

Tapi pada dasarnya sekarang konsep tersebut sudah usang, seperti barang usang lainnya yang tempatnya digudang, tidak terpakai lagi dan digantikan oleh barang baru yang namanya demokrasi. Setelah seabad lebih merdeka baru sekarang kita benar-benar mengadopsi demokrasi ini. Setelah berdarah darah para penjuang demokrasi memperjuangkannya akhirnya kita tiba di pestanya demokrasi setiap lima tahun sekali. Namu apakah semua sepaham akan benang merah inti dari demokrasi ini, apakah semua pelaku demokrasi ini benar-benar seorang garuda yang gagah di nusantara, atau hanya  bunglon yang berpura-pura sangar supaya dapat makan lalu ikut ambil kesempatan di panggung demokrasi.

Pelakunya demokrasi adalah para politisi, baik karbitan ataupun politisi karir banyak macamnya di nusantara ini. Semua terjun ke panggung mimbar nya demokrasi, berjanji lalu bersumpah dan berbicara lantang mengenai rencana mereka, yang terkadang pasti terkesan seperti lawakan bagi aristokrat pendidikan atau para ahli yang mengerti dengan apa yang lantang mereka suarakan.

Sebaiknya sebelum mereka lantang maju ke mimbar demokrasi, mereka harus nya dididik dahulu, akan konsep nya demokrasi sang garuda. Para pemangku kepentingan harusnya meluangkan waktu dan anggaran untuk mendidik mereka mengenai berdemokrasi yang baik dan benar ala demokrasi garuda, jangan hanya keluarkan peraturan tetapi tidak mengedukasi, masalah ada yang bebal itu masalah pelaku, tetapj sebebal apapun paling tidak ada sedikit konsep yang melekat.

Konsep demokrasi ala garuda seharunya mulai dengan merubah para politisi menjadi patriot. Mereka punya jalan dan pandangan berbeda, tapi misi satu, memakmurkan seantero nusantara ini baik alam ataupun rakyatnya. Demokrasi ala garuda harusnya kembali menjimplak demokrasi nya yunani, berdiri di mimbar berbicara dengan latang penuh argumentasi, silogisme dan kalau perlu retorika. Bukannya berjoged memanggil wanita cantik dan dipasang didepan, harusnya bukan suara speaker yang megah tetapi pemikiran yang tajam yang ditonjolkan. Lebih sedih lagi berbagi uang, demokrasi macam apa itu. Plato dan muridnya aristoteles akan melarang kata demokrasi dipakai disini kalau mereka masih hidup. Karena bahkan untuk beretorika sekalipun yang namanya politisi kita tidak mampu, mengedepankan emosi serta sok jago, nah itu jadi andalan kemudian pada akhirnya dibumbui lagi oleh media maka makin populerlah politisi berpikiran dangkal itu.

kampanye apa konser musik sebenarnya?.masalah janji tidak ditepati mau dipermasalahkan nanti saja, sekarang lihat dulu cara mengumbar janji nya saja seperti jualan rokok ketengan lampu merah . Cara mereka berkampanye rendah dan tidak berjiwa. Seharusnya dimulai dari kampanye ini kita harus ketat dan keras akan demokrasi ala garuda, maka ada kemungkinan kita bisa membuat bangga bung hatta yang sudah sangat dalam mepelajari demokrasi. Bung hatta adalah contoh terbaik seorang pelaku demokrasi ala garuda. Semoga saja masih ada patriot diantara banyak ragam politisi itu. Masih ada orang jujur, sejujur plato saat akan menerima hukuman menegak racuk. Maka akan ke angkasa lah garuda ku ini,membungbung tinggi di langit.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar